BANYUMAS, KOMPAS.com — Persatuan
Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Banyumas, Jawa Tengah, menilai, program
pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi
penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merugikan mereka. Dari
pengalaman program serupa pada 2006 dan 2008, perangkat desa sering
menjadi sasaran kekesalan warga karena dituding sebagai penentu penerima
BLT.
"Akhirnya, hubungan antara warga dan perangkat menjadi
tidak baik. Bahkan, pada 2008, ada kasus di Desa Kuntili, Kecamatan
Sumpiuh, seorang perangkat desa didatangi warga dengan membawa senjata
tajam karena tidak menerima BLT," ujar Pengurus PPDI dari Kecamatan
Karanglewas, Ali Syamsudin,
Kamis (15/3/2012).
Penyaluran BLT
bakal memicu konflik di masyarakat dan membuat situasi desa menjadi
kacau. Menurut dia, pemerintah pusat harus tahu kalau BLT membuat repot
perangkat paling bawah karena akan memicu kecemburuan antarwarga.
Penyaluran
BLT justru menimbulkan keresahan di masyarakat dan memicu konflik
antarwarga. Pasalnya, banyak warga yang merasa miskin tidak mendapat
jatah BLT. Kondisi itulah yang kemudian membuat situasi desa tidak
kondusif.
Terlebih, menurut Ketua PPDI Kabupaten Banyumas Sudarko,
pendataan warga miskin yang dimiliki pemerintah pusat saat ini masih
amburadul. Menurut dia, tidak ada yang bisa menjamin, pendataan warga
miskin di desa-desa benar-benar akan mencerminkan kondisi riil.
"Pasti
akan ada saja warga miskin yang tidak terdata sehingga menimbulkan
potensi konflik, apalagi kalau acuan yang digunakan dalam penyaluran BLT
mendatang hanya didasarkan pada data BPS yang pendataannya entah
dilakukan kapan," katanya.
BLTuntuk 18,5 juta rumah tangga
sasaran.
Bantuan tunai yang disebut bantuan langsung sementara masyarakat
(BLSM), rencananya akan digelontorkan untuk 18,5 juta rumah tangga
sasaran.
Ini merupakan program kompensasi atas kenaikan harga baham bakar minyak (BBM) yang disiapkan pemerintah.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida Alisjahbana, menjawab pertanyaan Kompas
di Jakarta, Senin (12/3/2012), menyatakan, jumlah rumah tangga sasaran
sebanyak 18,5 juta tersebut adalah 30 persen dari kelompok rumah tangga
ekonomi terbawah, versi Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011.
Nilai
BLSM, menurut Armida, sebesar Rp 150.000 per bulan per rumah tangga
sasaran. Dengan demikian, total anggaran yang akan digelontorkan senilai
Rp 25,6 triliun.
Pencairan akan dilakukan per triwulan lewat
Kantor Pos. Program kompensasi yang disiapkan pemerintah lainnya,
berupa subsidi angkutan umum antara lain berupa penambahan PSO untuk
angkutan umum kelas ekonomi. Anggaran yang dialokasikan senilai Rp 5
triliun selama sembilan bulan.
0 komentar:
Posting Komentar